Pernahkah kalian bertanya kenapa nama lokasi atau tempat tinggal saya itu bisa bernama "Jakarta" misalnya atau apapun misalnya jika datang ke suatu lokasi maka akan ada nama-nama yang unik.
Penamaan suatu wilayah tentu tidak sembarangan karena berkaitan dengan berbagai faktor mulai dari sejarah, budaya dan lainnya. Dalam hal ini, tata nama wilayah itu dipelajari dalam toponomi.
Toponomi adalah ilmu yang mempelajari tentang nama-nama tempat, seperti nama-nama kota, desa, gunung, sungai, dan lain sebagainya. Nama-nama tempat ini berasal dari berbagai bahasa dan memiliki sejarah serta makna tersendiri. Syarat-syarat untuk menjadi toponomi suatu wilayah adalah sebagai berikut:
Bentuk Geografis atau Ciri Khas: Nama-nama tempat sering kali terkait dengan ciri khas geografis suatu wilayah. Misalnya, Gunung Everest dinamai berdasarkan nama George Everest, seorang penjelajah Inggris, dan "everest" sendiri merujuk pada ciri geografis gunung tertinggi di dunia.
Sejarah atau Asal Usul: Nama-nama tempat bisa berasal dari sejarah kuno, mitos, tokoh bersejarah, atau peristiwa penting. Contohnya, kota Roma dinamai berdasarkan nama pendirinya, Romulus.
Bahasa: Nama-nama tempat sering kali berasal dari bahasa lokal atau bahasa yang pernah dominan di wilayah tersebut. Misalnya, nama kota Paris berasal dari bahasa Galia kuno.
Budaya dan Tradisi: Nama-nama tempat juga bisa mencerminkan budaya dan tradisi suatu wilayah. Misalnya, kota Kyoto di Jepang memiliki nama yang berarti "Ibu Kota" dan mencerminkan statusnya sebagai ibu kota kekaisaran selama berabad-abad.
Penghargaan atau Dedikasi: Beberapa tempat dinamai sebagai penghargaan atau dedikasi terhadap seseorang atau sesuatu. Misalnya, kota Washington, D.C. dinamai untuk menghormati George Washington, presiden pertama Amerika Serikat.
Asosiasi Sejarah atau Kejadian Penting: Nama-nama tempat bisa terkait dengan peristiwa sejarah atau kejadian penting yang terjadi di wilayah tersebut. Misalnya, kota Hiroshima menjadi terkenal karena menjadi target serangan nuklir pada Perang Dunia II.
Makna atau Simbolisme: Beberapa nama tempat memiliki makna khusus atau simbolisme. Misalnya, nama kota Jerusalem memiliki makna religius dan simbolisme bagi tiga agama besar: Kristen, Islam, dan Yahudi.
Ejaan dan Pelafalan: Nama-nama tempat harus memiliki ejaan dan pelafalan yang sesuai dengan aturan bahasa lokal atau bahasa yang digunakan di wilayah tersebut.
Kesesuaian Budaya dan Norma: Nama-nama tempat harus mempertimbangkan budaya dan norma lokal. Beberapa nama mungkin dihindari karena memiliki makna atau konotasi yang tidak pantas atau sensitif dalam bahasa lokal.
Persetujuan Pemerintah dan Pihak Berwenang: Nama-nama tempat umumnya perlu mendapatkan persetujuan dari pemerintah atau pihak berwenang yang bertanggung jawab atas administrasi wilayah tersebut.
Kesesuaian dengan Identitas Wilayah: Nama-nama tempat sebaiknya mencerminkan identitas, karakteristik, dan kepentingan wilayah tersebut.
Perkembangan dan Evolusi: Nama-nama tempat juga bisa mengalami perubahan atau evolusi seiring waktu berdasarkan perkembangan budaya, bahasa, dan pandangan masyarakat.
Syarat-syarat ini dapat bervariasi tergantung pada budaya, sejarah, dan bahasa yang berkaitan dengan suatu wilayah. Di Indonesia sendiri aturan toponomi wilayah mengacu pada PP No 2 Tahun 2021. PP ini mengatur mengenai pengaturan penyelenggaraan Nama Rupabumi yang bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan.