Batubara terbentuk melalui proses geologi yang panjang dan kompleks yang disebut pembentukan batubara atau pengarbonan. Proses ini melibatkan akumulasi sisa-sisa tumbuhan dan material organik di lingkungan rawa-rawa atau perairan yang memiliki kondisi yang mendukung dekomposisi lambat tanpa terpapar oksigen yang cukup untuk pembusukan penuh. Berikut adalah tahapan utama dalam proses pembentukan batubara:
Akkumulasi Material Organik: Proses dimulai dengan akumulasi material organik, terutama dari sisa-sisa tumbuhan, di daerah-daerah seperti rawa-rawa, danau, atau sungai yang memiliki pasokan air yang cukup untuk membatasi kontak dengan oksigen.
Peleburan dan Pengendapan: Lapisan material organik yang terakumulasi akan terkubur oleh sedimen seperti lumpur, pasir, dan batuan lainnya seiring berjalannya waktu. Proses ini mengisolasi material organik dari pasokan oksigen dan melindunginya dari pembusukan.
Pembentukan Gambut: Di bawah tekanan dan suhu tinggi yang rendah, material organik mengalami proses dekomposisi lambat yang mengubahnya menjadi lapisan gambut, yang merupakan tahap awal pembentukan batubara. Gambut memiliki kandungan air yang tinggi dan terdiri dari bahan organik yang belum terurai sepenuhnya.
Pembentukan Batubara Gambut: Seiring berlanjutnya penguburan dan peningkatan tekanan dan suhu, lapisan gambut mengalami proses perubahan kimia dan fisik yang lebih lanjut. Ini menyebabkan pengurangan kadar air dan peningkatan kadar karbon dalam lapisan, membentuk batubara gambut.
Pembentukan Batubara Bituminus dan Lebih Tinggi: Dengan peningkatan tekanan dan suhu yang lebih lanjut, batubara gambut berubah menjadi jenis batubara yang lebih tinggi seperti batubara sub-bituminus, bituminus, dan antrasit. Proses ini dikenal sebagai "kematuran termal."
Antrasitisasi: Pada tahap akhir, jika tekanan dan suhu terus meningkat, batubara bituminus dapat mengalami proses antrasitisasi yang mengubahnya menjadi batubara antrasit, jenis batubara paling tinggi kualitasnya dengan kandungan karbon yang paling tinggi.
Proses pembentukan batubara memerlukan waktu yang sangat lama, biasanya berjuta-juta tahun, tergantung pada kondisi geologi dan lingkungan tempat batubara terbentuk. Sisa-sisa tumbuhan yang mengalami proses ini secara bertahap berubah menjadi material padat yang kaya akan karbon dan dapat digunakan sebagai sumber energi fosil.
Ilustrasi proses pembatubaraan |
Kualitas batubara dapat diukur dengan berbagai indikator yang meliputi sifat fisik, kimia, dan termal dari batubara. Berikut adalah beberapa indikator utama yang digunakan untuk mengukur kualitas batubara:
Nilai Kalor (Heat Value): Juga dikenal sebagai nilai panas, ini mengukur jumlah energi yang dihasilkan oleh pembakaran batubara. Nilai kalor diukur dalam unit energi seperti kilojoule per kilogram (kJ/kg) atau British Thermal Units per pound (BTU/lb). Batubara dengan nilai kalor yang lebih tinggi memiliki potensi untuk menghasilkan lebih banyak energi saat dibakar.
Kandungan Karbon (Carbon Content): Kandungan karbon adalah indikator utama kualitas batubara. Semakin tinggi kandungan karbon, semakin tinggi nilai kalor batubara. Batubara antrasit memiliki kandungan karbon yang paling tinggi, sementara batubara lignit memiliki kandungan karbon yang paling rendah.
Kandungan Air (Moisture Content): Kandungan air dalam batubara dapat berdampak signifikan pada nilai kalor. Semakin tinggi kandungan air, semakin rendah nilai kalor karena sebagian energi digunakan untuk menguapkan air saat batubara dibakar. Pengurangan kadar air biasanya diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran.
Kandungan Abu (Ash Content): Kandungan abu mengacu pada mineral dan bahan non-karbon yang tersisa setelah batubara dibakar. Kandungan abu yang tinggi dapat mengurangi efisiensi pembakaran dan menyebabkan akumulasi abu pada peralatan pembakaran. Batubara dengan kandungan abu yang rendah cenderung lebih diinginkan.
Kandungan Sulfur (Sulfur Content): Kandungan sulfur dalam batubara dapat berdampak pada lingkungan saat dibakar, karena sulfur dapat menghasilkan polusi seperti sulfur dioksida (SO2). Batubara dengan kandungan sulfur yang rendah lebih diinginkan karena lebih ramah lingkungan.
Karakteristik Volatilitas (Volatile Matter): Karakteristik volatilitas mengukur jumlah gas yang dilepaskan saat batubara dipanaskan secara cepat. Ini juga dapat mempengaruhi efisiensi pembakaran dan proses pengolahan.
Komposisi Kimia Lainnya: Selain karbon, batubara juga mengandung unsur-unsur seperti hidrogen, nitrogen, dan oksigen. Komposisi kimia ini dapat mempengaruhi kualitas dan performa batubara dalam berbagai aplikasi.
Warna dan Tekstur: Batubara memiliki variasi warna dan tekstur yang berkaitan dengan kualitas dan jenisnya. Batubara antrasit umumnya hitam mengkilap, sementara batubara lignit cenderung berwarna coklat dan memiliki tekstur lebih lunak.
Indikator-indikator ini digunakan untuk mengklasifikasikan dan memilih batubara sesuai dengan kebutuhan industri dan energi.
Klasifikasi batubara umumnya didasarkan pada komposisi kimia, kandungan energi, dan sifat fisiknya. Ada beberapa sistem klasifikasi yang digunakan, tetapi yang paling umum adalah sistem klasifikasi batubara yang dikembangkan oleh American Society for Testing and Materials (ASTM). Sistem ini mengelompokkan batubara menjadi beberapa kelas berdasarkan nilai kalor, kadar karbon, kadar air, dan karakteristik lainnya.
Berikut adalah klasifikasi batubara berdasarkan sistem ASTM:
Batubara Antrasit (Anthracite): Ini adalah jenis batubara paling tinggi kualitasnya dan memiliki kandungan karbon yang paling tinggi. Batubara antrasit memiliki nilai kalor yang sangat tinggi dan rendah kadar airnya. Hal ini menjadikannya bahan bakar yang efisien dan umumnya digunakan dalam aplikasi pemanasan.
Batubara Bituminus (Bituminous): Ini adalah jenis batubara yang paling umum digunakan. Batubara bituminus memiliki kandungan karbon yang lebih rendah daripada antrasit tetapi masih memiliki nilai kalor yang baik. Terdapat beberapa subkelas dalam batubara bituminus, seperti "high volatile bituminous" (tinggi volatilitas) dan "low volatile bituminous" (rendah volatilitas), yang mengacu pada karakteristik volatilitas gas yang dilepaskan saat terbakar.
Batubara Sub-Bituminus (Sub-Bituminous): Ini memiliki kandungan karbon yang lebih rendah daripada batubara bituminus dan memiliki lebih banyak kandungan air. Meskipun nilai kalornya lebih rendah daripada batubara bituminus, batubara sub-bituminus masih digunakan dalam pembangkit listrik dan industri.
Batubara Gambut (Lignite): Ini adalah jenis batubara paling rendah kualitasnya. Batubara gambut memiliki kandungan air yang sangat tinggi dan nilai kalor yang rendah. Biasanya digunakan dalam pembangkit listrik dan pemanasan lokal.
Contoh soal
Salah satu jenis bahan galian strategis di Indonesia adalah batubara. Batubara berasal dari proses perubahan wujud dari bahan organik karena pengaruh tekanan dan waktu lama di bawah permukaan tanah. Semakin lama proses pembatubaraan maka kualitas batubara semakin baik. Kualitas batubara beranekaragam dari paling rendah hingga paling tinggi. Batubara dengan kualitas tertinggi memiliki unsur karbon hingga 98%. Jenis batubara yang tersebut adalah ....
Kunci Jawaban: Antrasit