Akhir tahun ini seperti biasa saya pulang ke Taaikmalaya, kota dimana 20 tahun saya menghabiskan hidup dari kecil sampai kuliah.
Ada sedikit perubahan dari penampilan kota Tasikmalaya karena jalan HZ kini dimodifikasi menjadi jalur pedestrian dari mesjid Agung sampai simpang Agung Toserba.
Jalur pedestrian total dibuat dari arah pasar lama menuju HZ. Pengembangan pedestrian kota di Tasik ini cukup membuat masyarakat senang karena dari dulu nampaknya kota Tasik tertinggal dalam hal tata kota di Jawa Barat.
Revitalisasi tata ruang kota perlu dilakukan karena zaman terus berubah dan kota harus semakin humanis.
Di Malioboro Tasik ini beberapa ornamen seperti lampu jalan, payung Tasik dan Kelom Geulis dibangun di setiap sudut pedestrian.
Hanya saja untuk vegetasi masih belum tumbuh karena baru dibangun. Jika pepohonan sudah rimbun tentu akan lebih sejuk dan nyaman bagi pengunjung.
Dari sisi sosial, di Malioboro Tasik ini banyak dijumpai pengemis baik anak kecil maupun orang tua. Hal ini tentu sangat menggangu ketertiban. Beda dengan di Malioboro Jogja yang sangat jarang ada pengemis nongkrong disana, mungkin sudah malu dan mending menjajakan usaha atau jasa disana.
Berarti data kemiskinan di kota Tasik sesuai BPS memang benar adanya. Ini menjadi PR pemerintah dan lingkungan sekitar kita untuk mengatasi kemiskinan di kota Tasik.
Kemiskinan juga berakar dari mindset manusia. Jika dari sejak kecil sudah diajak mengemis maka sampai dewasa pun akan begitu.
Itulah sedikit pengalaman mengunjungi pedestrian HZ saat libur semester ini. Semoga saja pedestriannya ditambah sampai dengan simpang Nagarawangi biar panjang dan puas jalan-jalannya nanti.
Satu hal lagi adalah budaya buang sampah masyarakat kota kita masih buruk dan entah kapan bisa dihilangkan. Saat malam pergantian baru pun, esok paginya sampah berserakan dimana-mana. Nampaknya pendidikan sebagus apapun susah untuk menghilangkan budaya buang sampah sembarangan yang melekat pada masyarakat kita.