Balapan Moto GP Mandalika sudah selesai beberapa pekan lalu, tapi bahasan paling rame dan awet sampai sekarang adalah bukan soal pembalap atau sirkuitnya tapi pawang hujan.
Kehadiran pawang hujan Rara yang katanya dibayar ratusan juta rupiah membuat seluruh masyarakat Indonesia heboh Berbagai komentar bermunculan baik pro dan kontra.
Habis itu sang pawang hujan ini kemudian diundang podcast dimana mana dan tentu malah akan semakin menambah popularitas dia, sementara itu masyarakat yang nonton malah semakin panas kepala lalu nyungsep. He.
Lalu apa yang sebenarnya harus dipelajari dan dianalisis dari fenomena ini?. Sebagai guru geografi dan sejarah saya akan coba analisa sesuai makom saya.
Pertama secara geografis, tentu sudah pasti dan yakin tanpa ada lagi pembantahan bahwa mekanisme hujan itu adalah murni karena unsur cuaca. Kemarin BMKG bahkan sudah merilis adanya citra siklon tropis di selatan Lombok maka sudah pasti potensi hujan tinggi. Clear ya tanpa ada keraguan lagi. Secara lebih hak lagi, hujan tentu kuasa Tuhan.
Kedua secara sejarah, istilah pawang hujan ini memang sejak dahulu sudah ada dalam struktur masyarakat. Jadi semacam pembagian tugas. Pawang hujan ini tentu bukan teknikal langsung merubah awan cumulonimbus tiba-tiba hilang, namun ia memiliki suatu mungkin 'kedekatan' kepada YANG MAHA KUASA sehingga bisa melobi dengan entah itu doa dll agar hujan bisa ditunda demi kepentingan tertentu.
Kasus ini sama halnya dengan pawang Merapi dulu Mbah Maridjan yang sering naik turun gunung untuk berdoa kepada Allah agar Merapi senantiasa terjaga. Meskipun pada akhirnya beliau wafat sendiri karena abu vulkanik Merapi yang ia cintai. Artinya kejadian alam memamg hak nya Tuhan, terserah Dia mau melakukan apapun.
Lalu kenapa sekarang bisa jadi heboh?. Ya ini bisa dijawab lagi dari pendekatan sosiologis.
Masyarakat Indonesia itu mayoritas muslim dan tentu dalam agama Islam tidak ada istilah pawang hujan. Yang ada kita berdoa memohon kepada Allah agar misalkan hujan turun, atau hujan reda maka itu sah. Allah sendiri yang bilang "mintalah kepadaKu maka akan Aku kabulkan"
Di sisi lain masyarakat kita yang penonton ini, belum ngerti bahwa pawang hujan di Moto GP itu bisa jadi itu gimmick untuk pencitraan agar event ini semakin meriah. Lho itu kan musyrik?. Memang betul namun Rara sendiri kan bukan muslim, terus kenapa kita yang muslim jadi panas?😂
Disinilah secara sosial masyarakat kita memang terlalu banyak mengurusi hal-hal yang gak penting. Semua dighibahin.
Coba misalkan setelah moto GP kemarin dengan segala fenomenanya, kita lupakan semua. Langsung fokus ke masalah yang lebih penting kaya minyak goreng dll.
Kita belum bisa memilah mana yang sejatinya prioritas untuk dibahas atau enggak. Kalau saya sendiri sebagai Muslim ya sudah wong si pawang hujannya non muslim, terus apa hubungannya dengan saya. Misal ni ya, dosa ya dosa dia sendiri terus kenapa gue harus pusing, kan aneh?
Hal lain yang bikin rame adalah karena konten macam ini cepat viral dan cuan maka banyak media beritakan terus, habis itu vlogger, influencer juga ambil bagian bikin judul bombastis, di share ulang terus sampai dimana-mana muncul berita dia.
Alhasil kepala kita yang terngiang adalah pawang hujan terus. Makanya masyarakat juga perlu 'gak terlalu kepo' alias masa bodo terhadap sesuatu yang remeh.
Bagi saya berita pawang hujan kemarin adalah remeh, ga penting. Jadi ga terlalu lama juga ngurus hal tersebut.
Dalam ekosistem media massa ini memang ada hal-hal yang disengaja untuk menarik perhatian demi marketing. Semakin potensial heboh suatu kejadian maka akan menjadi marketing yang bagus dan menarik banyak trafik kunjungan.
Jadi marilah kita bijak menanggapi suatu berita dan jangan terlalu tergiring opini yang tidak penting. Semakin lama opini itu ditanggapi maka semakin lama ia muncul di media dan akan membuat pusing kepala. Semakin kita biarkan maka ia semakin cepat menghilang di media. Pilih mana coba?
Gambar: cnnindonesia