Sekitar dua puluh tahun lalu saat saya masih sekolah SD, acara televisi banyak menampilkan sinetron tahun 80/90an awal bertema horor/klenik. Salah satunya tentang babi ngepet yang sekarang lagi viral lagi.
Jadi di sinetron jadul tahun 80/90an ini, saya masih ingat ada beberapa artis yang memerankan fenomena tuyul atau babi ngepet. Banyak masyarakat yang akhirnya termakan isi film tersebut, dan sialnya sampai jaman sekarang yang sudah berubah drastis ke era digital ternyata paten tuyul dan babi ngepet masih muncul.
Mengapa isu babi ngepet atau tuyul hingga kini masih saja berlaku di masyarakat Indonesia?. Jawaban awalnya tentu karena fakta sejarah bahwa masyarakat kita sejak jaman dulu itu menyukai hal-hal berbau mistis/klenik.
Hal ini turun-temurun diwariskan dari masa sebelum kedatangan Hindu Buddha, Islam, Kristen ke nusantara. Setelah itu isu klenik ini berbaur ke dalam ideologi agama-agama luar yang masuk ke nusantara.
Lalu faktor kedua adalah ketidakmampuan masyarakat kita dalam berfikir ilmiah dan rasional. Dalam arti masyarakat kita akal sehatnya masih banyak yang tidak digunakan. Contohnya adalah berita viral yang pekan ini ada di media sosial tentang emak-emak di Depok yang membuat gaduh karena ilusi babi ngepet melihat tetangganya pengangguran tapi kaya.
Nah kita masuk ke sisi lain dari dinamika sosial masyarakat kita. Emak-emak tadi kita bisa simpukan "iri/dengki" melihat orang lain kaya. Ternyata iri dan dengki ini memang menjadi penyakit hati yang berbahaya. Sudah sering ustad-ustad memberikan nasihat terkait hal ini namun apa daya sinteron Indo**r lebih memberikan dampak kepada otak emak-emak ini.
Babi hutan |
Kedua, setelah iri dan dengki merasuki seseorang (emak-emak tadi) lalu munculnya filsafat lain (khayalan) terkait "mengapa orang yang terkesan di rumah aja gak kerja tapi kaya?"
Nah lagi-lagi ternyata masyarakat kita masih belum melek digital. Mereka lupa bahwa sekarang, dengan modal laptop, handphone di rumah pun bisa jadi jutawan/miliarder asalkan tahu ilmunya.
Era digital membuat variasi pekerjaan kini semakin luas dan rumah kini bisa menjadi tempat kerja. Blogger atau youtube atau internet market kini kerjanya dari rumah, gajinya dollar.
Jadi kombinasi Iri + Warisan Klenik tadi akhirnya menjadi fitnah yang keji. Disinilah saya melihat sisi lain bahwa disparitas atau jurang kaya dan miskin di kita masih tinggi karena sifat-sifat tradisional yang buruk masih dipelihara. Hal lainnya tentu korupsi juga memengaruhi kondisi kaya dan miskin ini.
Kita sampingkan aspek korupsi dulu, perlu diketahui bahwa orang bisa menjadi kaya karena usaha, mencari ilmu, menjalin relasi dan lain sebagainya. Ini artinya akal sehat rasional dipakai sehingga kekayaan tinggal menunggu momen yang pas saja.
Sementara itu orang yang "miskin" beberapa (gak semuanya ya), seperti contoh emak-emak tadi akal sehat rasionalnya tidak dipakai sehingga melahirkan filsafat ilusi babi ngepet/tuyul tadi. Ini terjadi karena ketidakmampuan seseorang meraih apa yang ia inginkan.
Akhirnya ia akan membandingkan diri dengan orang lain dan munculah ilusi-ilusi liar sampai akhirnya terjebak "myth traps". Dengan kondisi seperti ini bisa membuat hipotesa bahwa orang kaya akan semakin kaya karena mereka selalu berfikir rasional, terus belajar, mencari relasi, membuka diri, memanfaatkan perubahan zaman.
Sementara itu orang miskin ini akan semakin miskin karena mereka terjebak ilusi klenik tadi ditambah sifat iri/dengki yang membatin. Mereka hanya sibuk memikirkan/menilai/menggunjing orang lain sehingga sulit untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan.
Itulah sedikit perspektif tentang mengapa jurang kaya dan miskin di Indonesia makin tinggi. Karena memang masyarakat level bawah banyak terjebak dalam filsafat klenik bodoh yang mendarah daging. Jadi sudah saatnya di era digital 4.0 ini kita hapus saja mitos tradisional yang buruk ini agar masyarakat semakin rasional, produktif dan menjadi seseorang yang kaya sejati.