Pagi-pagi selepas bangun tidur dan sel-sel tubuh yang rusak dibersihkan oleh sistem imun tubuh adalah waktu yang tepat untuk mengeluarkan ide-ide.
Banyak sekali tokoh-tokoh terkenal yang menghasilkan ide-ide tebaik saat prime time biologis di pagi hari.
Itulah mengapa kita yang Islam dianjurkan bangun pagi agar mendapatkan gelombang alpha yang merupakan kunci dari lahirnya ma'rifat (tinggi sekali ya bahasanya).
Tapi, ya memang faktanya memang begitu. Sedikit prolog saja buat pengetahuan gak papa ya. Nah pagi hari ini saya duduk di meja kerja seperti biasa lalu tiba-tiba muncul sebuah ide untuk menulis. Jika tidak langsung ditulis akan menguap lagi begitu saja.
Jadi saya berfikir tentang "apa sih yang sebenarnya diharapkan dalam pembelajaran geografi itu?". Mungkin guru-guru lain juga ada yang berfikir demikian.
Sekian puluh tahun mata pelajaran geografi eksis di kurikulum pendidikan terutama di jenjang menengah. Soal konten materinya sudah pasti ada perubahan dari waktu ke waktu menyesuaikan kebutuhan dan biasanya sih berbau politik.
Saya tidak akan begitu bicara ke teknis berapa jam ideal, muatan materi dan tek-tek bengeknya tapi hanya ingin mencari tahu tentang apa sih yang sebenarnya dituju dan diharapkan saat kita belajar geografi?. Lalu setelah sekian puluh tahun merdeka, apakah harapan tersebut terlaksana?.
Saat hanya menggarisbawahi sedikit saja bahwa tujuan utama geografi itu agar manusia memiliki kecerdasan ruang. Apa sih kecerdasan ruang itu?.
Mungkin sederhananya, kecerdasan ruang (spatial intelligence) itu adalah suatu kemampuan manusia dalam menyadari, memahami dan mengelola ruang permukaan bumi agar mampu menjadi ruang huni yang layak bagi manusia itu sendiri.
Memahami geografi itu gimana sih? |
Lalu sejauhmana fakta di lapangan mengenai kecerdasan ruang masyarakat kita?. Nampaknya terasa menyedihkan ya. Sudah banyak terjadi bencana karena kita abai terhadap kecerdasan ruang ini.
Banjir, longsor, kemacetan, slum area, kemiskinan dan bahkan pandemi Covid saat ini adalah hasil dari ketidakcerdasan ruang.
Puluhan tahun belajar dari SD-kuliah tentng geografi, dapat nilai UN bagus lalu hasilnya seperti ini. Apa yang sebenarnya diharapkan tentang geografi ini?. Apakah geografi hanya sebatas mata pelajaran yang cuma lewat saja tanpa ada makna?.
Udah berapa kali muatan kurikulum geografi diganti dari semua aspek mulai dari indikator, standar isi, SKL, materi pokok dan lainnya lah. Tapi rasanya di kehidupan nyata hal tersebut tidak terasa.
Kita nampaknya masih dominan pada ranah instructional effect daripada nurturant effect. Belajar topik tertentu, paham lalu dapat nilai diatas KKM. Padahal fungsi pendidikan dan pembelajaran adalah pada perubahan perilaku.
Gak tahu ya perasaan dari dulu negeri kita ga bisa berubah soal ini. Apa sudah watak nusantara atau gimana, susah sekali mencari benang merahnya. Mungkin bisa dikaitkan dengan ciri manusia Indonesia menurut ahli sosiologi macam Soerjono Soekanto, Selo Soemarjan dan lainnya.
Pandemi Covid yang membutuhkan konsep jarak agar penularan virus berkurang juga tetap diabaikan masyarakat. Manusia-manusia tetap berkerumun dengan dalih jenuh, berwisata, ingin menyambut salah satu tokoh tertentu dan lainnya. Lalu apanya yang salah?.
Tidak ada yang salah, hanya sekilas kecerdasan ruang semakin tidak ada artinya bagi masyarakat Indonesia. Lalu dimana letak salahnya?.
Saya tidak tahu dan tidak mau menjawab soal itu tapi yang jelas tugas guru geografi ya akan tetap memberikan pengetahuan tentang membangun kecerdasan ruang. Harapan itu tidak akan pernah padam selama rotasi bumi masih berputar.
Guru-guru geografi Indonesia adalah guru-guru tangguh dan banyak menginspirasi siswa dan guru lain. Salah satunya adalah Pak Sofyanto yang terus berkarya memajukan geografi. Simak ceritanya di blognya berikut Sofyanto.id