Beberapa bulan ini masyarakat Indonesia banyak mengeluh dengan tagihan listrik yang membengkak di tengah pandemi Corona. Tagihan listrik banyak yang naik dua kali lipat lebih dan tentunya membuat masyarakat geram bukan main.Saya juga punya pengalaman tidak enak soal PLN meskipun pakai listrik token prabayar.
Jadi ceritanya begini ya, pas bulan Ramadan tahun ini ada kejadian pemadaman listrik di kota Majalengka saat malam hari. Pemadaman tidak seperti biasanya yaitu sampai pagi menjelang siang, dan usut punya usut ada gangguan di salah satu gardu induk.
Saya sempat cek meteran token sebelum pemadaman dan masih tersisa 30 kwh lebih. Setelah pemadaman, listrik kemudian menyala kembali tapi di rumah saya tidak nyala. Saya cek meteran ternyata rusak, wah abal-abal juga ini barang menurut saya.
Saya langsung kontak tetangga kampung yang kerja di PLN dan mengirim komplain untuk ditanggapi. Akhirnya setelah beberapa jam ada petugas PLN yang datang untuk cek listrik di rumah dan benar seperti dugaan saya, meteran rusak dan harus diganti. Sambil periksa meteran, dua pegawai lapangan tersebut sedikti mengeluh banyaknya komplain warga yang mati listrk seperti saya. Lah, itu kan sudah tugas PLN, laksanakan saja sebaik mungkin (dalam hati saya).
Setelah itu sore hari datang petugas lain membawa meteran baru dan mengganti meteran yang lama. Kebetulan waktu itu saya sedang keluar dan hanya ada istri di rumah, jadi pas datang ke rumah sudah ada meteran baru terpasang dengan sisa 5 kwh. Waduh, padahal sebelumnya ada defisit 30 kwh lebih yang hilang karena rusak, pastinya ada record di data PLN, lumayan kan bisa buat 3 mingguan.
Selang dua hari saya kemudian ke kantor PLN pusat Majalengka untuk coba laporan tentang defisit token tersebut. No meteran sudah saya berikan ke petugas dan akan dicek katanya sore akan dikirim WA untuk token ganti jika memang ada defisit atau kwh terpotong gara-gara meteran rusak.
Saya kemudian menunggu hingga sore, eh belum juga nongol itu WA. Sampai tulisan ini dibuat 1 bulan lebih atau sudah lebaran ternyata tidak ada ganti rugi token saya yang hilang. Ya begitulah pelayanan publik di negeri ini, memang masih acak kadut. Meskipun 30 kwh mungkin dibilang sedikit untuk kaum tertentu tapi buat saya sangat berarti dan lumayan bisa menghemat pengeluaran terutama di masa pandemi saat ini. Anggap saja sodakoh jariyah.
Jadi ceritanya begini ya, pas bulan Ramadan tahun ini ada kejadian pemadaman listrik di kota Majalengka saat malam hari. Pemadaman tidak seperti biasanya yaitu sampai pagi menjelang siang, dan usut punya usut ada gangguan di salah satu gardu induk.
Saya sempat cek meteran token sebelum pemadaman dan masih tersisa 30 kwh lebih. Setelah pemadaman, listrik kemudian menyala kembali tapi di rumah saya tidak nyala. Saya cek meteran ternyata rusak, wah abal-abal juga ini barang menurut saya.
Saya langsung kontak tetangga kampung yang kerja di PLN dan mengirim komplain untuk ditanggapi. Akhirnya setelah beberapa jam ada petugas PLN yang datang untuk cek listrik di rumah dan benar seperti dugaan saya, meteran rusak dan harus diganti. Sambil periksa meteran, dua pegawai lapangan tersebut sedikti mengeluh banyaknya komplain warga yang mati listrk seperti saya. Lah, itu kan sudah tugas PLN, laksanakan saja sebaik mungkin (dalam hati saya).
Meteran token listrik |
Selang dua hari saya kemudian ke kantor PLN pusat Majalengka untuk coba laporan tentang defisit token tersebut. No meteran sudah saya berikan ke petugas dan akan dicek katanya sore akan dikirim WA untuk token ganti jika memang ada defisit atau kwh terpotong gara-gara meteran rusak.
Saya kemudian menunggu hingga sore, eh belum juga nongol itu WA. Sampai tulisan ini dibuat 1 bulan lebih atau sudah lebaran ternyata tidak ada ganti rugi token saya yang hilang. Ya begitulah pelayanan publik di negeri ini, memang masih acak kadut. Meskipun 30 kwh mungkin dibilang sedikit untuk kaum tertentu tapi buat saya sangat berarti dan lumayan bisa menghemat pengeluaran terutama di masa pandemi saat ini. Anggap saja sodakoh jariyah.