Jika anda seorang guru tentunya akan familiar dengan soal. Menyelesaikan soal merupakan salah satu instrument untuk mengukur hasil belajar siswa. Lalu, bagaimana cara menyusun soal ujian?.
Soal yang berkualitas adalah soal yang dapat dikerjakan siswa. Apakah anda sepakat dengan pernyataan tersebut?. Ada sebagian guru yang membuat soal super sulit dan jawabannya harus sesuai rumus atau sumber di buku hingga membuat anak stress.
Soal yang berkualitas adalah soal yang dapat dikerjakan siswa. Apakah anda sepakat dengan pernyataan tersebut?. Ada sebagian guru yang membuat soal super sulit dan jawabannya harus sesuai rumus atau sumber di buku hingga membuat anak stress.
Jika soal ujian yang dibuat guru setelah dianalisa ternyata sebagian besar tidak bias dijawab siswa, maka soal yang dibuat guru termasuk berkualitas rendah. Konsep ini tentu sangat ditentang oleh guru yang hobi membuat soal yang sulit dan bahkan senang melihat anaknya berfikir keras menjawab soal tersebut.
Menurut Munif Chatib, soal yang berkualitas adalah dengan membat model open book. Dengan cara ini guru akan mengubah konten soal dari sulit menjadi menantang. Dengan model open book/source, tidak mungkin guru membuat soal berikut:
Soal Sulit Merugikan Siswa |
1. Tahun berapa PD II terjadi?
2. Sebutkan urutan proses fotosintesis?
3. Sebtkan lapisan-lapisan atmosfer bumi?
4. Berapa jarak dari Matahari ke Bumi?
Bila soal dibuat dalam model open book, maka semua anak pasti akan bisa menjawabnya. Daya nalar anak akan tertantang bila kalimat soal dirubah menjadi berikut:
1. Mengapa pada PD II, Jepang menyerah kepada sekutu dan apa dampaknya bagi Indonesia?
2. Apa yang terjadi di bumi jika tidak ada proses fotosintesis?
3. Apa yang terjadi jika tidak ada lapisan troposfer di bumi?
4. Apa yang terjadi jika jarak matahari ke bumi berubah?
Terlihat bahwa pertanyaan model kedua lebih menantang dan mengasah daya kritis dan nalar siswa. Tidak ada jawaban pasti dari pertanyaan tersebut dan akna banyak pendapat yang harus disimpulkan bersama dan bisa diuji dengan riset kecil.
Kita harus membiasakan anak bukan hanya untuk menghapal tapi harus berimajinasi dan mengemukakan pendapat dan ditunjang dengan riset. Menghapal hanya akan direkam memori pendek sementara riset berbasis pengalaman akan tertanam dalam memori panjang.
Kita harus membiasakan anak bukan hanya untuk menghapal tapi harus berimajinasi dan mengemukakan pendapat dan ditunjang dengan riset. Menghapal hanya akan direkam memori pendek sementara riset berbasis pengalaman akan tertanam dalam memori panjang.
Sumber: http://orig08.deviantart.net/